Oleh: Wardah Abeedah
BumiGurindamBersyariah.Com–Sebagai respons terhadap Genosida di Gaza, 100 lebih ulama dari seluruh dunia berkumpul di Turki dalam konferensi internasional bertajuk “Tanggung Jawab Islam dan Kemanusiaan: Gaza”.
Konferensi yang diselenggarakan Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) bersama Yayasan Cendekiawan Islam Turki ini bertujuan memobilisasi dunia Islam dan masyarakat internasional agar bersatu menghentikan agresi Israel, membuka koridor kemanusiaan, dan segera menyalurkan bantuan darurat ke Gaza. (Republika, 21-8-2025).
Ulama Wajib Menyerukan Solusi Syar’i atas Genosida Palestina
Berkumpulnya para ulama untuk membicarakan persoalan politik internasional adalah keharusan. Tersebab di tengah berbagai kebatilan dan kerusakan dunia hari ini, ulama adalah penyelamat umat. Dengan Islam yang mereka emban, ulama adalah penyingkap kebenaran saat kebatilan berkuasa.
Allah telah meninggikan kedudukan ulama dalam firman-Nya,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
“Katakanlah, ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az-Zumar: 9).
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadalah: 11).
Kemuliaan ini juga tampak dari perintah Allah kepada kaum muslim untuk menjadikan para ulama sebagai rujukan dan tempat meminta solusi di tengah krisis dan persoalan krusial kehidupan umat.
Allah ﷻ berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS An-Nahl: 43).
Merujuk pada ulama adalah dalam rangka mengambil dan mengamalkan syariat Islam sebagai solusi dan petunjuk kehidupan. Dalam rangka hidup di atas ketaatan pada syariat Allah dan Rasul-Nya.
Allah ﷻ berfirman,
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa: 59).
Oleh sebab itu, ulama dituntut untuk jujur dan berani menyuarakan solusi syariat berkaitan dengan isu-isu dan problem dunia, termasuk terkait Gaza. Dalam kasus yang menimpa Palestina hari ini, konferensi yang dilakukan ulama seharusnya tidak berhenti pada seruan memberikan tekanan politik untuk menghentikan agresi Israel, membuka koridor kemanusiaan, dan menyalurkan bantuan darurat ke Gaza. Ini karena syariat jelas menegaskan solusi penjajahan adalah jihad fi sabilillah.
Allah ﷻ berfirman,
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ
“Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 190).
Ayat di atas menegaskan hukum jihad fi sabilillah adalah fardu ain saat negeri kaum muslim diserang atau dijajah, seperti Palestina hari ini.
Imam An-Nawawi dalam Rawdatuth Thalibin menyatakan, “Jika orang-orang kafir menyerang suatu negeri, wajib bagi penduduknya untuk memerangi mereka dan mengusir mereka dengan segala cara yang memungkinkan. Tidak seorang pun berselisih dalam hal ini.”
Jika kita dalami fakta problem Palestina, akar persoalannya adalah keberadaan entitas penjajah Yahudi di tanah kaum muslim. Ini tidak bisa diselesaikan dengan bantuan kemanusiaan dan membuka perbatasan yang hanya membantu korban tanpa menghentikan penjahatnya yang terus-menerus melakukan pembersihan etnis di Gaza.
Namun, meski saat ini aktivitas jihad defensif dilakukan rakyat Palestina dan milisi, seperti Saraya Al-Quds, Izzudin Al-Qassam, dan sayap militer partai lainnya, hal itu tidak cukup efektif mengimbangi genosida Gaza yang dilakukan Zion*s dengan bantuan AS.
Allah ﷻ telah memerintahkan untuk melawan kekuatan dengan yang setimpal, sebagaimana firman-Nya,
فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ
Siapa saja yang menyerang kalian, seranglah dia seimbang dengan serangannya terhadap kalian (QS al-Baqarah 194).
Allah juga memerintahkan kaum muslim untuk mempersiapkan jihad fi sabilillah dengan kekuatan maksimal, sebagaimana firmannya,
وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ ٱلْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedangkan Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS Al-Anfal: 60).
Tentunya untuk memenuhi dua seruan ayat di atas, tidak bisa dilakukan secara minimalis. Kekuatan skala negara yang disokong oleh adidaya harus pula dihadapi dengan kekuatan negara adidaya—dengan komando militer besar oleh negara. Di sinilah urgensi keberadaan komando militer seorang imam atau khalifah yang telah disebutkan dalam sabda Rasulullah ﷺ,
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sungguh, imam (khalifah) adalah perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengan dirinya.” (HR Muslim).
Secara historis, Palestina pernah dua kali dibebaskan. Pada masa Kekhalifahan Umar bin Khaththab ra. (dengan pengiriman pasukan yang dipimpin Amr bin Ash ra.) dan masa Kekhalifahan Abbasiyah (di bawah pimpinan pasukan Shalahuddin al-Ayyubi). Kedua pembebasan ini memiliki pola yang sama, yakni jihad fi sabilillah dan persatuan kaum muslim dalam satu negara tanpa sekat imajiner negara bangsa.
Bukan Sekadar Konferensi Ulama, Palestina Butuh Jihad dan Khilafah
Forum dan konferensi para ulama—seberapa banyak pun jumlahnya—hanyalah menghasilkan seruan dan deklarasi yang tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan genosida dan penjajahan Israel. Entitas penjajah Israel tidak mengenal bahasa apa pun, kecuali bahasa perang. Lihat saja Badan Hak Asasi Manusia PBB (UNHCR) yang sejak 2006 sudah mengeluarkan 45 resolusi menentang kaum Yahudi. Namun, tidak ada satu pun yang digubris. Bahkan, usulan embargo minyak ke negeri Yahudi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) luar biasa antara Liga Arab dan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) di Riyadh, Arab Saudi, (2023) ditolak para penguasa Yordania, Qatar, Mesir, dan Arab Saudi.
Begitu pula kecaman negara-negara Eropa, hingga surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama konflik di Gaza oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada 2004 kemarin, tidak mampu menghentikan genosida penjajah Israel di Gaza. Tidak ada satu pun dari upaya nonmiliter yang bisa menghentikan kejahatan Zion*s Yahudi di Gaza.
Tercatat hingga Mei 2025, Israel telah menjatuhkan 100.000 ton bahan peledak di Jalur Gaza atau lebih dari 100 kiloton, tujuh kali lipat bom Hiroshima. (Data Tempo, 9-5-2025). Hingga Juli 2025, Israel telah menghancurkan lebih dari 88% dari total luas Jalur Gaza dan menggusur 2 juta warga Palestina sejak melancarkan perang genosida pada 7 Oktober 2023. (Mina News, 20-7-2025).
Tentunya, kekuatan yang mampu menghadapi semua itu adalah kekuatan fisik dan militer yang dimiliki negara. Negaralah yang mampu mengirimkan militer dan senjata dalam skala kekuatan besar untuk mengusir penjajah Zion*s dari Gaza. Alhasil, jihad di Palestina tidak bisa lagi ditunda. Seruan syarak ini harus segera dilakukan sebelum eksistensi kaum muslim hilang dari tanah mereka.
Menjadi Agenda Utama
Merupakan peran ulama untuk menyadarkan umat akan bahaya perpecahan kaum muslim atas nama nasionalisme. Ide ini memunculkan konsep negara bangsa—setelah penjajah membagi-bagi umat dalam sekat imajiner di bawah perjanjian Sykes-Picot. Negara-negara ini dipimpin penguasa boneka Barat yang eksis melindungi Israel demi kepentingan Barat hingga sekarang.
Ulama juga berperan untuk terus menyadarkan umat akan solusi hakiki jihad fi sabilillah yang dikomando khalifah, serta urgensi keberadaan Khilafah. Genosida, pembersihan etnis, dan berbagai kekerasan yang terjadi pada kaum muslim di Palestina, Rohingya, Uighur, India, dan negeri muslim lainnya, berawal sejak runtuhnya Khilafah Islam terakhir di Turki pada 1924.
Dengan demikian, menyerukan penegakan Khilafah haruslah menjadi agenda utama ulama, cendekiawan, dan kaum muslim saat ini. Ini karena hanya keberadaan Khilafah yang akan melindungi kaum muslim dan menghentikan berbagai penjajahan fisik maupun nonfisik yang menimpa kaum muslim. Wallahualam.
Artikel ini telah ditayangkan:
https://muslimahnews.net/2025/09/06/38486/
0Komentar