Oleh: Eci Aulia
(Pegiat Literasi)
Secara geografis kota Batam yang merupakan bagian dari wilayah provinsi Kepulauan Riau berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Hal ini menjadikan kota Batam sebagai pintu masuk perdagangan internasional, sehingga kota Batam ditetapkan menjadi wilayah jalur perdagangan bebas atau FTZ (Free Trade Zone).
Namun nyatanya, posisi strategis ini tidak melulu membawa keuntungan bagi Batam. Buktinya wilayah Batam sangat rawan dengan kejahatan di lintas batas. Seperti human trafficking (perdagangan manusia), penyelundupan barang, narkoba, dan lain sebagainya.
Belakangan Batam dikejutkan oleh keberadaan ratusan kontainer berisi limbah elektronik di pelabuhan Batu Ampar. Sebanyak 367 kontainer berisi perangkat komputer bekas diduga merupakan limbah B3 yang diimpor secara ilegal ke Batam.
Amerika Serikat disinyalir menjadi negara yang mengekspor limbah elektronik tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menduga perusahaan PT Esun yang berlokasi di Kawasan Industri Sungai Harapan, Sekupang, mengimpor material daur ulang tersebut tanpa izin lingkungan.
Batam sudah sejak lama dicatat lembaga internasional sebagai jalur masuk limbah elektronik dunia. Barang dikirim dari pabrik dan pusat daur ulang di California, AS. Transit di Singapura kemudian masuk ke Batam menggunakan kategori "used computer parts" agar lolos screening limbah di Batam. Barang dipilih untuk mengambil komponen bernilai, sementara yang tersisa residu beracun yang berpotensi mencemari lingkungan.
Kepala Bea Cukai Batam, Zaky Firmansyah menyebutkan bahwa berdasarkan penelusuran di lapangan diduga ada keterlibatan sosok jenderal yang membuat tersendatnya proses hukum. Kementerian Lingkungan Hidup harus balik kanan saat hendak menyegel PT Esun Internasional Utama di Tanjunguncang (Batamnews.co.id, 06-11-2025).
Penulis tidak habis pikir ratusan kontainer berisi limbah bisa lolos memasuki kota Batam. Ini mencerminkan betapa buruknya sistem keamanan dalam negeri dalam sistem kapitalis. Daerah perbatasan yang semestinya dijaga ketat justru menjadi jalan mulus bagi asing meraih keuntungan.
Lemahnya pengawasan di lintas batas (daerah perbatasan) dan terhalangnya penegakan hukum bagi pelaku kejahatan yang memuluskan jalan asing masuk ke perbatasan berpotensi menjadikan Batam bukan hanya jalur perdagangan bebas, tapi juga bebas proses hukum.
Adapun lemahnya pengawasan daerah perbatasan disebabkan oleh beberapa faktor:
(1) adanya pemerintahan otonomi daerah (desentralisasi) menyebabkan pengamanan perbatasan yang dikelola oleh kabupaten/ kota sering terbengkalai;
(2) pertahanan negara yang minim alutsista;
(3) infrastruktur dan fasilitas yang kurang memadai sehingga sulit mendeteksi dan melacak keberadaan pelaku kejahatan;
(4) minimnya anggaran untuk menunjang sistem pertahanan di lintas batas.
Adapun di sisi penerapan hukum di dalam negeri, menggunakan konsep demokrasi berbasis sekularisme (paham yang memisahkan agama dari kehidupan). Di mana hukum bisa dipesan dan dibeli oleh segelintir individu yang berkepentingan. Terlebih jika individu tersebut menduduki posisi penting dalam kekuasaan.
Ironis! Padahal, apapun itu jika masuk secara ilegal tanpa izin negara, terlebih itu membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat, semestinya tidak boleh dibiarkan. Karena keamanan dalam negeri menjadi salah satu hak masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara.
Sayangnya, negara dalam sistem demokrasi tidak mampu mewujudkan jaminan keamanan bagi rakyatnya. Penegak hukum yang semestinya melindungi justru turut memuluskan jalan asing masuk ke wilayah perbatasan. Hal itu tidak lain demi meraih keuntungan materi.
Ya, paham kapitalisme yang memayungi negeri ini hanya menjadikan keuntungan sebagai tolok ukur perbuatan tanpa memikirkan dampak negatif yang akan terjadi ada manusia dan alam. Rakyat terus saja terzalimi oleh keserakahan segelintir orang.
Islam menempatkan daerah perbatasan sebagai wilayah strategis yang wajib dijaga dari ancaman dari luar yang membahayakan negara. Dalam fikih, wilayah perbatasan disebut dengan ar-ribath, artinya berjaga di wilayah perbatasan kaum Muslimin untuk melindungi diri dari serangan musuh.
Dengan kata lain, menempatkan pasukan tentara Islam lengkap dengan senjata dan perlengkapan lainnya di daerah rawan, yakni wilayah perbatasan yang memungkinkan musuh menyusup untuk membahayakan kaum muslimin dan negara.
Alangkah benar firman Allah Swt.,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga di perbatasan (negerimu), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (QS. Ali-Imran: 200).
Dalam buku Boundaries and Frontier in Medieval Muslim Geography karya sejarawan Ralph W. Braurer diceritakan bahwa setelah batas wilayah ditentukan bersama dengan pakar geografi Muslim. Pemerintah dalam negara Islam membangun sarana di wilayah terluar sebagai penanda keberadaan wilayah kekhilafahan, seperti bea cukai, gerbang, pos jaga, dan benteng pertahanan.
Braurer mencontohkan keberadaan kantor bea cukai yang terdapat di Aleppo utara Suriah pada era Dinasti Mamluk. Tugas kantor itu adalah memeriksa dokumen milik kabilah dagang yang datang dari seluruh penjuru negeri dan menarik pungutan atau mukus.
Masih banyak lagi benteng-benteng penanda batas wilayah yang didirikan pada zaman kekhilafahan Islam, seperti di kawasan pegunungan selatan Lebanon, di Balis, dan di Tarsus.
Sementara di sektor keamanan dalam negeri, di setiap wilayah terdapat struktur Admistrasi Keamanan Dalam Negeri yang dikepalai oleh kepala Kepolisian Wilayah. Mereka semua bertanggung jawab menangkal semua potensi pelanggaran dan gangguan yang muncul dari dalam negeri, bersinergi dengan penguasa wilayah (wali atau gubernur) dan lembaga peradilan (qadla) demi terwujudnya keamanan bagi masyarakat dalam daulah Islam.
Ya, selama hukum-hukum Islam tidak diterapkan dalam segala aspek kehidupan, maka kejahatan akan terus mengintai tanah perbatasan dalam bentuk yang beragam.
Oleh karena itu, tetaplah kaum Muslim berjaga-jaga di tanah perbatasan dengan mengerahkan segenap daya dan upayanya.
Salah satunya adalah membangun kesadaran umat bahwa segala problematika yang terjadi hari ini hanya bisa tuntas dengan tegaknya pondasi syariat secara keseluruhan. Adapun, berjaga-jaga di tanah ribath atau tapal batas merupakan suatu amalan yang istimewa.
"Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka: mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang bermalam melakukan penjagaan di jalan Allah." (HR. Tirmidzi)
Wallahu 'alam bissawwab.
Artikel ini telah ditayangkan di:
https://www.tanahribathmedia.com/2025/11/menyoal-kejahatan-di-lintas-batas.html


0Komentar