GUr8TUW5BUW5TUC0TSz5GUY6

Headline:

Sudan di Bawah Bara Hegemoni: Luka Umat dan Jejak Penjajahan Baru di Negeri Muslim

Sudan di Bawah Bara Hegemoni: Luka Umat dan Jejak Penjajahan Baru di Negeri Muslim


Oleh: Ilma Nafiah
(Aktivis Muslimah Kepulauan Riau)

Sudan kembali terbakar. Suara ledakan dan tembakan menjadi nyanyian getir sehari-hari bagi rakyatnya. Ribuan jiwa melarikan diri meninggalkan rumah, desa, bahkan kota yang mereka cintai. Rumah sakit dan masjid diserang, perempuan diperkosa, dan anak-anak kehilangan orang tuanya. Dunia internasional bereaksi — tapi reaksinya sama seperti dulu: datar, dangkal, dan formalitas belaka. Sudan, negeri Muslim terbesar ketiga di Afrika, kini menjadi ladang penderitaan yang tak berujung, di tengah kekayaan alam yang seharusnya membuat rakyatnya sejahtera.

Namun, krisis Sudan bukan sekadar persoalan politik dalam negeri atau konflik etnis seperti yang digambarkan media Barat. Di balik asap perang yang membumbung, terdapat percaturan besar kekuatan global yang tengah berebut pengaruh dan sumber daya. Negeri ini menyimpan emas dalam jumlah besar, minyak bumi, tanah pertanian subur, dan posisi geografis strategis di tepi Sungai Nil. Semua itu membuat Sudan menjadi rebutan kekuatan-kekuatan dunia yang haus akan sumber daya alam — terutama Amerika Serikat, Inggris, serta sekutunya di kawasan seperti Uni Emirat Arab dan entitas zionis Israel.

Krisis yang Diciptakan, Bukan Ditemukan
Jika ditelusuri ke belakang, konflik Sudan bukanlah konflik spontan. Ia adalah hasil dari proses panjang intervensi politik dan ekonomi global yang dimotori oleh negara-negara adidaya. Setelah pemisahan Sudan Selatan tahun 2011 — yang didorong kuat oleh tekanan internasional — wilayah utara kehilangan sebagian besar ladang minyaknya. Namun, kekayaan emas di Darfur dan Nil Biru menjadi incaran baru.

Amerika dan Inggris melihat Sudan sebagai kunci strategis untuk mengendalikan jalur perdagangan dan sumber daya di Afrika Timur serta pengaruh di Laut Merah.

Barat menggunakan berbagai instrumen untuk menekan Sudan: mulai dari sanksi ekonomi, manipulasi konflik etnis, hingga dukungan terhadap kelompok militer tertentu. Pola ini mirip dengan strategi divide et impera klasik yang digunakan kolonialis Inggris pada masa lampau. Mereka menciptakan narasi konflik antarsuku dan agama agar Sudan tidak pernah stabil. Dengan demikian, negeri itu tetap mudah dikendalikan dan sumber dayanya dapat terus dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan asing yang berafiliasi dengan kekuatan Barat.

Lembaga Internasional: Alat Hegemoni Global

Dalam situasi seperti ini, masyarakat dunia berharap lembaga internasional seperti PBB, Uni Afrika, atau Dewan HAM dapat berbuat banyak. Sayangnya, lembaga-lembaga tersebut seringkali tak lebih dari instrumen yang dibentuk dalam bingkai kepentingan Barat.

Setiap resolusi, sanksi, dan misi perdamaian pada akhirnya diarahkan bukan untuk menyelesaikan akar masalah, tetapi menjaga agar sistem global yang kapitalistik tetap berfungsi sesuai dengan kepentingan mereka.
Ketika ratusan warga sipil Sudan dibunuh atau masjid dibakar, dunia diam. Namun, ketika ada ancaman terhadap jalur minyak atau perusahaan multinasional terganggu, reaksi mereka mendadak cepat. Inilah wajah nyata dunia modern: kemanusiaan dijadikan jargon, tapi ekonomi adalah panglima.

Sudan: Potret Lama Penjajahan Baru

Apa yang terjadi di Sudan hari ini sesungguhnya bukan peristiwa baru dalam sejarah dunia Islam. Ia adalah pengulangan tragedi lama dengan wajah modern. Ketika Baghdad — pusat Khilafah Abbasiyah — jatuh ke tangan pasukan Mongol pada tahun 1258 M, kehancuran itu terjadi bukan semata karena kekuatan musuh, tapi karena kelemahan internal umat Islam yang terpecah dan kehilangan arah kepemimpinan.

Hal serupa terjadi pula pada masa kejatuhan Andalusia. Ketika kaum Muslim di Spanyol mulai terbagi ke dalam kerajaan-kerajaan kecil (muluk al-thawaif), mereka menjadi mudah dijajah dan diusir oleh pasukan Kristen. Perpecahan, ketergantungan pada kekuatan asing, dan hilangnya satu kepemimpinan politik menjadi faktor utama keruntuhan itu.
Kini, pola yang sama berulang dalam bentuk yang lebih halus. Barat tidak lagi datang dengan pedang dan meriam, tetapi dengan investasi, lembaga donor, dan jargon “reformasi demokrasi”. 

Mereka meminjamkan dana, menanamkan pengaruh politik, dan mengendalikan sumber daya negara melalui kebijakan ekonomi global. Sudan hanyalah satu contoh dari sekian banyak negeri Muslim yang terperangkap dalam jebakan modern ini.

Perang Peradaban: Islam vs Kapitalisme

Krisis Sudan harus dibaca dalam konteks yang lebih luas: perang peradaban antara ideologi Islam dan ideologi kapitalis sekuler Barat. Selama umat Islam masih melihat persoalan dunia hanya dari permukaan — sekadar konflik etnis, perebutan kursi kekuasaan, atau pertikaian antarjenderal — maka umat tidak akan pernah menemukan akar masalahnya.
Islam mengajarkan cara pandang yang lebih mendalam: setiap konflik besar yang menimpa negeri Muslim adalah akibat dari absennya penerapan hukum Allah dan lemahnya ikatan ukhuwah Islamiyah. Ketika sistem sekuler menggantikan syariat Islam, hukum hanya menjadi alat kepentingan segelintir elite. Ketika nasionalisme menggantikan konsep ummah, negeri-negeri Muslim menjadi mudah dipecah dan dikuasai.

Sebaliknya, Islam — melalui sistem khilafah — memiliki mekanisme yang kokoh dalam mengatur kekayaan alam dan menjaga kedaulatan. Dalam sejarahnya, Khilafah mengelola sumber daya seperti minyak, emas, dan tanah dengan prinsip bahwa semuanya adalah milik umat yang wajib dikelola negara untuk kesejahteraan bersama. Tak ada ruang bagi perusahaan asing untuk menguasai tambang atau memperdagangkan harta umat.

Solusi Islam untuk Krisis Sudan

Maka dari itu, solusi bagi krisis Sudan dan negeri-negeri Muslim lainnya tidak akan datang dari sistem kapitalisme global yang menindas, melainkan dari penerapan sistem Islam secara menyeluruh. Islam memiliki solusi komprehensif:

1. Sistem politik Islam (khilafah) menegakkan kepemimpinan yang satu bagi seluruh umat, menghapus batas-batas nasional buatan kolonialis, dan menyatukan potensi umat untuk menghadapi musuh bersama.

2. Sistem ekonomi Islam memastikan kekayaan alam tidak jatuh ke tangan individu atau korporasi asing. Hasil tambang, emas, dan minyak menjadi milik umum yang dikelola negara demi kepentingan rakyat.

3. Sistem hukum Islam memberikan perlindungan nyata terhadap jiwa, kehormatan, dan harta manusia tanpa diskriminasi.

4. Sistem politik luar negeri Islam dibangun atas prinsip dakwah dan jihad, bukan kolonialisme atau kompromi. Dengan kekuatan ini, negeri-negeri Muslim tidak akan mudah ditekan oleh Barat atau tunduk pada lembaga internasional.

Dengan penerapan sistem Islam inilah keadilan sejati dapat terwujud. Sudan akan mampu berdiri di atas kaki sendiri, mengelola kekayaannya, dan menghapus ketergantungan terhadap negara-negara penjajah.

Persatuan: Keniscayaan Sejarah dan Aqidah

Persatuan negeri-negeri Muslim bukan sekadar cita-cita romantik, tetapi keniscayaan sejarah dan aqidah. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan umat agar tidak bercerai-berai. Rasulullah ﷺ juga menegaskan bahwa umat Islam itu ibarat satu tubuh; jika satu bagian terluka, seluruhnya ikut merasakan sakit.

Pada masa Khilafah Utsmaniyah, ketika satu wilayah diserang oleh bangsa Eropa, wilayah lain segera mengirim bala bantuan. Dunia Islam menjadi satu kesatuan politik dan militer yang ditakuti, bukan dikasihani. Namun sejak khilafah diruntuhkan pada tahun 1924, umat Islam tercerai-berai menjadi lebih dari 50 negara, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Dari Palestina hingga Sudan, dari Suriah hingga Rohingya, umat Islam menderita karena kehilangan satu perisai politik yang melindungi mereka.

Kebangkitan Sudan — dan seluruh dunia Islam — hanya akan lahir ketika kesadaran ini tumbuh: bahwa persatuan di bawah kepemimpinan Islam adalah kebutuhan mendesak, bukan pilihan sekunder. Inilah langkah pertama menuju pembebasan sejati.

Refleksi dan Harapan

Tragedi Sudan bukan hanya luka bagi rakyat Sudan, tapi juga cermin bagi seluruh umat Islam. Ia menunjukkan betapa lemahnya kita ketika kehilangan arah, ketika lebih percaya pada sistem buatan manusia daripada hukum Allah. Dunia tidak akan berubah hanya dengan kecaman, doa, atau resolusi. Dunia hanya akan berubah ketika umat berani kembali pada sumber kekuatannya: aqidah Islam dan sistem yang lahir darinya.

Bangkitnya umat Islam bukanlah mimpi utopis. Ia pernah nyata selama berabad-abad ketika syariat Islam ditegakkan dan khilafah menjadi pelindung dunia. Kini, di tengah kehancuran dan kezaliman global, semangat itu harus kembali menyala. Dari Sudan yang terluka, hendaknya lahir kesadaran baru: bahwa umat Islam hanya akan meraih kemuliaan ketika kembali bersatu di bawah panji Islam, sebagaimana firman Allah:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (TQS. Ali Imran: 103)

Sudan hari ini adalah simbol bahwa dunia belum pulih dari penjajahan — hanya bentuknya yang berganti. Ia bukan sekadar tragedi kemanusiaan, tapi potret nyata perang ideologi antara kebenaran dan kebatilan. Umat Islam tidak boleh lagi menjadi penonton dalam panggung sejarahnya sendiri. 

Saatnya bangkit, menyatukan barisan, dan mengembalikan sistem Islam yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Karena selama bara hegemoni Barat masih menyala, setiap negeri Muslim bisa menjadi Sudan berikutnya. Hanya Islam yang mampu memadamkannya.

Artikel ini telah ditayangkan di: 
https://www.tanahribathmedia.com/2025/11/sudan-di-bawah-bara-hegemoni-luka-umat.html
Daftar Isi

0Komentar

Follow Pasang Iklan
Follow Pasang Iklan
D

disclaimer: Bumigurindambersyariah.com memberikan ruang bagi para penulis untuk berbagi karya tulisan yang khas memenangkan opini Islam serta memihak kepada kaum Muslim.

Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain.

Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Bumigurindambersyariah.com. Silakan mengirimkan tulisan Anda melalui link ini kirim Tulisan

KLIK

Support Dakwah Bumigurindambersyariah.com

Donasi akan mendanai biaya perpanjangan domain dan aktivitas dakwahnya.

Formulir
Tautan berhasil disalin